Sabtu, 23 Juni 2018

KEBABLASAN PRAKTIK EMANSIPASI

KEBABLASAN PRAKTIK EMANSIPASI

Perampuan adalah salah satu makhluk ciptaan tuhan yang sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia dan tidak pernah lepas dari sejarah peradaban umat manusia. Tanpa sosok perempuan kita tidak akan pernah ada di dunia ini. Karna melalui perempuanlah manusia dititipkan terlebih dahulu sebelum melangkah ke alam dunia yaitu alam rahim yang perempuan miliki.

Banyak orang-orang hebat yang tidak akan pernah bisa menjadi hebat tanpa didukung dengan sosok perempuan hebat di belakangnya. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno juga tidak lepas dari sosok perempuan yang sekaligus menjadi penjahit Sang Saka Merah Putih sebagai Lambang Kebangsaan Indonesia, dialah Fatmawati. Istri komedian Tukul Riyanto alias Tukul Arwana yang merupakan sosok perempuan hebat yang selalu setia menemani Tukul mulai dari seorang yang bukan siapa-siapa hingga menjadi selebritas yang sangat tenar, dialah Susiana. Diberbagai kalangan profesi apapun dan dimanapun, jika terdapat figur laki-laki hebat di dalamnya maka tidak akan pernah lepas dari sosok perempuan hebat pula di dalamnya.

Menurut kutipan yang saya ambil, wanita secara terminologi merupakan kata yang umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan anak gadis.

Sementara menurut etimologi, wanita berdasarkan asal bahasanya tidak mengacu pada wanita yang ditata atau diatur oleh laki-laki atau suami pada umumnya terjadi. Dengan arti lain, wanita atau perempuan memiliki wewenang dalam menghidupi keluarganya bersama sang suami.

Ada begitu banyak definisi dan arti wanita atau perempuan dari berbagai kalangan tokoh seperti Yusuf Al Qaradhawi yang mengatakan “Wanita adalah penyempurna bagi laki-laki”. Kiai Dahlan mengungkapkan bahwa “Wanita merupakan aset umat dan bangsa. Tidak mungkin membangun peradaban umat manusia apabila para wanita hanya dibiarkan berdiam diri di dapur dan rumah saja” dan seorang Abdullah Cholil mengatakan bahwa “Wanita adalah pilar bangsa, tiang negara, sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW tentang peran penting seorang ibu”. Sementara menurut Hermawan Kartajaya “Wanita adalah peluang pasar paling besar di dunia dan secara kasar tidak dilayani dengan baik”. Definisi tentang sosok wanita atau perempuan berbeda-beda tergantung dari perspektif orang yang melihatnya. 

Sering kali kita mendengar apalagi dikalangan masyarakat awam yang masih cenderung tradisonal bahwa pekerjaan seorang perempuan itu hanya untuk mengasuh anak, memasak dan melayani keluarga. Sehingga pandangan seperti ini mengakibatkan perempuan menjadi pihak yang dirugikan, karna terbatasnya ruang gerak dalam mengasah keterampilan yang dimilikinya. Sementara di atas sudah jelas bahwa arti lain dari perempuan secara etimologi adalah wanita atau perempuan yang memiliki wewenang dalam menghidupi keluarganya bersama sang suami.

Paradigma yang secara tradisional di atas dapat berdampak buruk pula kepada kaum laki-laki. Karna secara tidak langsung cara pandangan diatas bersifat memaksa kepada kaum laki-laki untuk jauh lebih terampil dan memiliki sifat yang lebih keras. Dampaknya, banyak tejadi kasus kekerasan pada perempuan karna cara pandang di atas menghasilkan budaya patriarki.

Di dalam sebuah kitab agama Khatolik dan Gereja terdahulu, Timotius 2 : 4 berbunyi “Tidaklah Adam yang tertipu tapi Hawa lah yang tertipu, sehingga ia termasuk dalam kesalahan”. Ayat ini kemudian di sandingkan dengan mitos yang mengatakan kalau “si Hawa Penyebab Dosa”.
Lain halnya dalam Agama Yahudi yang menggambarkan bahwa perempuan itu hanyalah seorang pembantu dan ayahnya berhak menjual anak perempuannya jika tidak mempunyai saudara laki-laki. Begitu rendah derajat wanita di kalangan pemuka yahudi yang mengatakan perempuan itu merupakan sumber laknat dan tombak iblis untuk menjurumuskan Adam, Sehingga terusirlah Adam dari surga. Perempuan hanya dianggap sebagai pemuas bagi kaum laki-laki saja kala itu. Mirisnya lagi, pada tahun 1805 M Inggris membuat Undang-undang tentang hak suami untuk menjual istrinya. Hingga pada tahun 1882 M perempuan kala itu di Inggris belum juga memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh dan hak untuk menuntut ke pengadilan. Itulah beberapa gambaran perempuan di tinjau dari sudut pandang kitab Agama Khatolik, Gereja  dan Yahudi beserta bukti yang terjadi di Inggris di tahun 1805 M. Selanjutnya bagaimana pandangan Islam tentang ini?

Dalam surah Al-Hujurat ayat 13 berbunyi “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa”. Dari ayat ini menerangkan bahwa kemuliaan laki-laki dan perempuan itu tidak diukur dari bangsa dan sukunya, melainkan dilihat dari ketakwaannya. Semuanya memiliki hak yang sama. Tabiat tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan itu hampir sama. Sebeb persoalan jual dan membeli, melanggar dan dihukum, menuntut dan menyaksikan sama-sama bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. 
Seiring berkembangnya zaman, tidak sedikit juga yang berpandangan bahwa perempuan juga mempunyai hak yang sama dengan kaum laki-laki. Baik itu dalam mengurus urusan keluarga atau persoalan pekerjaan dan karir

Sejarah telah mencatatkan bahwa di Indonesia telah lahir sosok perempuan yang memberi inspirasi dalam menjadi garda terdepan untuk memperjuangkan hak dan kebebasan kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki khususnya dalam mengenyam pendidikan tinggi di kala itu. Dialah R.A Kartini. Kartini mendapati adanya kesenjangan intelektual antara suami istri dalam pendidikan. Karna di zamannya yang umum terjadi adalah perempuan hanya menjalankan kehidupan sebagai ibu rumah tangga, mengasuh anak, mengurus dapur dan pekerjaan yang yang berbau rumah tangga lainnya. Inilah yang melatar belakangi Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita masa itu.

Buah manis dari perjuangan Kartini mengenai emansipasi ini bisa kita lihat dimana kemajuan para perempuan Indonesia dalam dunia kerja atau karir yang dulu hanya diduduki oleh kaum laki-laki sudah banyak juga yang diduduki oleh kaum perempuan. Pekerjaan atau karir mulai dari seorang Pegawai Negri Sipil atau swasta, pengusaha, pendakwah, pengacara, pilot, arsitektur, dokter, direktur, pengurus partai, mentri dan bahkan seorang presiden sekalipun sudah bisa di masuki oleh kaum perempuan. 

Banyak tokoh perempuan yang dengan adanya emansipasi di Indonesia ini membuatnya mampu menyalurkan dan unjuk kebolehan sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki. Sebagai contoh Seperti Najwa Shihab yang biasa dipanggil Nana, seorang reporter televisi dan pembawa acara yang berprestasi dan profesional. Tri Rismaharini atau biasa disapa Ibu Risma, yang dimana mampu menjadi perempuan  pertama sepanjang sejarah demokrasi Indonesia yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya melalui pemilihan langsung kepala daerah di era reformasi dan merupakan kepala daerah perempuan pertama di Indonesia yang berulang kali masuk dalam daftar pemimpin terbaik dunia. Susi Pudjiastuti selaku Mentri Kelautan dan Perikanan yang masuk sebagai salah satu daftar nama yang ditakuti dan disegani oleh negara luar Indonesia karna ketegasannya dalam menjaga laut beserta isinya dari para pencuri ikan yang memasuki kawasan teritorial kelautan Indonesia, dan masih banyak tokoh perempuan hebat lainnya.
Selain memberi kemajuan pada perempuan Indonesai di berbagai sektor, tidak sedikit juga yang kebablasan dalam mengartikan emansipasi. Ibarat sebuah pohon yang mempu menghasilkan banyak buah tapi tidak semua buahnya itu bagus. Akan ada saja sebahagian buah yang akan rusak. Sama halnya dengan buah dari emansipasi ini. Selain terdapat buah positif dari emansipasi karna total berkarya, terdapat pula buah negatif dari emansipasi karna kebablasan dalam mempraktikkan emansipasi. Keliru dalam mengartikan emansipasi merupakan penyebab bablasnya praktik emansipasi. Pergaulan dan gaya hidup khusunya kaum perempuan di era yang teknologinya berkembang sangat pesat ini selalu dibungkus dengan emansipasi. Sehingga emansipasi dijadikan kedok dalam mengeluarkan aspirasi yang hasilnya lebih condong pada pemberontakan melalui keinginan perempuan untuk menjadi seperti laki-laki atau sifat feminimnya di tunjukkan dengan balutan seksi.
Kita bisa menyaksikan sendiri baik di layar TV atau dalam kehidupan kita sehari-hari tentang bagaimana pergauklan da gaya hidup perempuan masa kini. Mempertontontankan dan menonjolkan sosok yang lebih mementingkan kecantikan, keelokan tubuh dan materi belaka. Keangkuhan dibalut emansipasi mampu mengkerutkan dan mengkeruhkan kecerdasan dalam berpikir dan bertindak demi memajukan keluarga dan bangsa.
Sembari mengingatkan bahwa emansipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesaia adalah pembebasan dari perbudakan atau persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sehingga jelas kalau emansipasi pada perempuan yang dipelopori oleh R.A Kartini di Indonesia, penulis surat-surat koresponden pada sahabat Belandanya yang kemudian diangkat menjadi sebuah buku berjudul “Habis Terang Terbitlah Terang” merupakan proses pelepasan diri perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju terkhusus mengenai hak  untuk mendapatkan pendidikan seluas-luasnya dan setinggi-tingginya agar perempuan juga di akui kecerdasannya. Perempuan juga diberi kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya agar perempuan tidak lagi direndahkan derajatnya di kalangan masyarakat khusunya laki-laki.
Hadirnya emansipasi tidak untuk digunakan sebagai suatu atribut yang menjadikan pelakunya bisa menghilangkan kodratnya begitu saja, terutama bagi perempuan. Pekerjaan seperti memasak, mencuci dan mengurus anak sudah harus menjadi keahlian perempuan yang harus dimiliki. Walaupun sebagai perempuan karir bukan berarti hal seperti di atas merupakan suatu hal yang sangat tabu baginya.

Dampak lain bagi perempuan yang terlalu mementingkan karir ketimbang urusan rumah tangga yaitu dapat menghilangkan sifat keibuan perempuan tersebut. Salah satu hasil riset kedokteran di dunia barat menunjukkan telah terjadi perubahan yang amat signifikan terhadap bentuk tubuh perempuan karir secara biologis, sehingga menyebabkannya kehilangan naluri kewanitaan. Meskipun jenis kelamin mereka tidak berubah menjadi laki-laki, namun jenis perempuan semacam ini dijuluki sebagai jenis kelamin ke tiga. Menurut data statistik, kebanyakan penyebab kemandulan para istri yang merupakan perempuan karir tersebut bukan karena penyakit yang biasa dialami oleh anggota badan, tetapi lebih diakibatkan oleh ulah perempuan di masyarakat Eropa yang secara total, baik dari aspek materi, pemikiran maupun biologis lari dari fithrahnya yakni sifat keibuan.

Harus juga dipahami bahwa, hadirnya emansipasi bukan untuk dijadikan jalan bagi perempuan untuk mengambil alih semua hak yang sebelumnya dimiliki oleh kaum laki-laki. Akan tetepai hadirnya emansipasi ini diharapkan mampu menjadi wadah bagi perempuan untuk mendapatkan persamaan hak dan kebebasan seperti kaum laki-laki, bukan untuk mengambil hak kaum laki-laki.

Sebenarnya tidaklah mutlak bahwa perempuan berada di dapur terus menerus, namun jika ini dilakukan maka ini adalah sesuatu yang baik. Imam Al-Ghazali pernah berkata bahwa pada dasarnya istri tidak berkewajiban melayani suami dalam hal memasak, mengurus rumah, menyapu, menjahid, dan sebagainya. Akan tetapi jika itu dilakukan oleh istri maka itu merupakan hal yang baik. Sebenarnya suamilah yang berkewajiban untuk memberinya atau menyiapkan pakaian yang telah dijahit dengan sempurna, makanan yang telah dimasak secara sempurna. Bukan berarti setelah perempuan mengetahui ini malah dijadikan alasan untuk menghindar ketika ada suatu hal yang diinginkan oleh suaminya. Dalam persoalan keluarga, perempuan dan laki-laki mempunyai posisi saling membutuhkan. Perempuan telah diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh laki-laki dan sebaliknya laki-laki memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh perempuan.

Jangan mau manjadi latah, sehingga kebablasan dalam mengartikan dan mempraktikkan emansipasi. Jangan salah dalam memahami emansipasi sehingga berdampak pada terkikisnya etika yang mengotori cara berpikir yang hanya akan merendahkan sisi perempuan itu sendiri.

Tegasnya, emansipasi perlu diterapkan bagi perempuan tapi bukan alasan penghilang fitrahnya selaku perempuan. Perempuan harus sadar bahwa suami dan keluarga adalah yang utama. Jangan dijadikan sebagai kesempatan untuk melakukan semua yang perempuan inginkan.

Para perempuan karir yang menjadi ibu rumah tangga tidak dapat memberikan pelayanan secara maksimal terhadap anak-anak mereka yang masih kecil, karena hampir seluruh waktunya dicurahkan untuk karir mereka. Sehingga anak-anak mereka hanya mendapatkan jatah sisa waktu saja yang semestinya dipergunakan untuk istirahat. Perempuan tetaplah perempuan yang memiliki kodrat apalagi sebagai The Firs Teacher bagi anak-anaknya, sekonsisten apapun dia terhadap karirnya.

Sebagai penutup kutipan dari Rohana Kudus salah satu toko pejuang perempuan dari Padang mengatakan “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki- laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus diubah adalah mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur dan taat beribadah. Yang kesemuanya hanya dapat dipenuhi dengan ilmu pengetahuan“.

*TERIMA KASIH*





















BIODATA

NAMA : MUSHHAF MURATTAL MARDHATULLAH
EMAIL : mushhafmurattalm@gmail.com
NMR TLP : 082345898495
TTL : SAMARINDA, 02 AGUSTUS 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar